Kebebasan
Sudah satu tahun delapan bulan ini saya menggunakan komputer milik sendiri, sebuah laptop hasil dari bonus di kantor saya yang lama. Waktu dulu saya menerima laptop ini, di dalamnya tertanam sistem operasi Linpus Linux, yang sempat saya oprek sebentar. Karena dokumentasinya tidak saya punyai, sementara saya belum terhubung dengan internet waktu itu, saya tidak berhasil 'menghidupkan' tampilan grafisnya. Untuk memenuhi tuntutan istri untuk bisa menggunakan laptop tersebut, akhirnya sang laptop diisi dengan WinXP. Tapi itu tidak bertahan lama >:-D
Tak lama berselang, akhirnya saya menginstall juga sistem operasi yang lain: Ubuntu Linux 7.04 "Feisty Fawn". Ini adalah kali kedua saya menginstall Ubuntu, sebelumnya (sekitar tahun 2005) saya pernah menginstall Ubuntu 5.04 "Hoary Hedgehog" di komputer desktop milik keluarga istri saya, berbekalkan CD yang dikirimkan gratis dari Canonical, perusahaan yang mensponsori distribusi Linux Ubuntu. Kok bisa? Ya saya minta lewat aplikasi di website mereka, tunggu sebulan nyampe deh :D Saya tinggal bayar Rp 3000 saja utk biaya pos. Terima kasih atas saran seorang teman untuk hal ini :)
Tunggu dulu, kok dari tadi Ubuntu melulu? Kok Ubuntu? Kok Linux? Kok bisa?
Tenang, saya jelaskan sedikit demi sedikit ya :)
Saya mengenal Linux sudah cukup lama, dari sejak saya masih di tingkat tiga kuliahan (sekitar 1999 akhir). Pada waktu itu saya punya sebuah komputer desktop Pentium II-350 Mhz dengan Win98 berjalan di dalamnya. Sejak tahun 1998, saya memasang internet dial-up di rumah, dan sering menggunakannya untuk e-mail offline lewat fasilitas POP3 & sedikit browsing, karena waktu itu biaya koneksi dial-up masih cukup mahal (hitungan per menit pulsa telepon + biaya ISP). Cukup lah untuk bisa join berbagai milis, karena toh saya bacanya offline, hanya download e-mail, putuskan koneksi, lalu baca. Kalau hendak me-reply, tinggal buat balasan-balasan e-mail tersebut, sambung kembali koneksi, lalu kirim, selesai putuskan lagi. Jadi kesimpulannya, ngirit abis :D
Pada waktu itu, virus yang menyebar lewat e-mail sudah cukup banyak, walaupun belum seganas sekarang. Saya termasuk yg kadang-kadang terkena 'kiriman tak diundang' ini, apalagi saat itu saya mengandalkan Outlook Express untuk menangani seluruh account e-mail POP3 saya. Adanya virus tentu sangat menjengkelkan, karena membuat kita harus membersihkan virus tsb dari sistem, setiap saat terkena. Padahal, ada beragam jenis virus & serangannya bisa berkali-kali lewat berbagai alamat e-mail. Hal ini bisa menyebabkan sistem sering terganggu. Sementara sistem operasinya sendiri bisa dibilang tidak stabil. Dalam setahun, saya bisa memformat harddisk & menginstal ulang Win98 dua kali :(
Nah pada waktu itulah, saya mendapat informasi tentang Linux dari majalah InfoKomputer, yang memberikan bonus demo CD SuSE Linux 6.1. Di situ disebutkan, Linux adalah sistem operasi alternatif, yang mirip dengan Unix, tetapi dapat diinstal di PC yg umum dipakai. Saya pernah mempelajari sejarah sistem operasi komputer, jadi saya sedikit tahu tentang apa itu Unix, tetapi yang paling menarik adalah informasi pertama dan ketiga; sebuah sistem operasi alternatif untuk PC biasa! Wah ini luar biasa buat saya, karena saya bisa punya alternatif dari Win98! Selain itu saya juga sempat melihat cuplikan tampilan grafis desktopnya, wah unik juga ya.. Akhirnya saya putuskan untuk mencoba menginstalnya di PC yg saya punya. Berkat bantuan instruksi di majalah tersebut, akhirnya saya berhasil menginstal SuSE Linux 6.1, dan mengaktifkan tampilan grafis desktop KDEnya. Hore! (gambar diambil dari www.linuxjournal.com)
Tak lama berselang, akhirnya saya menginstall juga sistem operasi yang lain: Ubuntu Linux 7.04 "Feisty Fawn". Ini adalah kali kedua saya menginstall Ubuntu, sebelumnya (sekitar tahun 2005) saya pernah menginstall Ubuntu 5.04 "Hoary Hedgehog" di komputer desktop milik keluarga istri saya, berbekalkan CD yang dikirimkan gratis dari Canonical, perusahaan yang mensponsori distribusi Linux Ubuntu. Kok bisa? Ya saya minta lewat aplikasi di website mereka, tunggu sebulan nyampe deh :D Saya tinggal bayar Rp 3000 saja utk biaya pos. Terima kasih atas saran seorang teman untuk hal ini :)
Tunggu dulu, kok dari tadi Ubuntu melulu? Kok Ubuntu? Kok Linux? Kok bisa?
Tenang, saya jelaskan sedikit demi sedikit ya :)
Saya mengenal Linux sudah cukup lama, dari sejak saya masih di tingkat tiga kuliahan (sekitar 1999 akhir). Pada waktu itu saya punya sebuah komputer desktop Pentium II-350 Mhz dengan Win98 berjalan di dalamnya. Sejak tahun 1998, saya memasang internet dial-up di rumah, dan sering menggunakannya untuk e-mail offline lewat fasilitas POP3 & sedikit browsing, karena waktu itu biaya koneksi dial-up masih cukup mahal (hitungan per menit pulsa telepon + biaya ISP). Cukup lah untuk bisa join berbagai milis, karena toh saya bacanya offline, hanya download e-mail, putuskan koneksi, lalu baca. Kalau hendak me-reply, tinggal buat balasan-balasan e-mail tersebut, sambung kembali koneksi, lalu kirim, selesai putuskan lagi. Jadi kesimpulannya, ngirit abis :D
Pada waktu itu, virus yang menyebar lewat e-mail sudah cukup banyak, walaupun belum seganas sekarang. Saya termasuk yg kadang-kadang terkena 'kiriman tak diundang' ini, apalagi saat itu saya mengandalkan Outlook Express untuk menangani seluruh account e-mail POP3 saya. Adanya virus tentu sangat menjengkelkan, karena membuat kita harus membersihkan virus tsb dari sistem, setiap saat terkena. Padahal, ada beragam jenis virus & serangannya bisa berkali-kali lewat berbagai alamat e-mail. Hal ini bisa menyebabkan sistem sering terganggu. Sementara sistem operasinya sendiri bisa dibilang tidak stabil. Dalam setahun, saya bisa memformat harddisk & menginstal ulang Win98 dua kali :(
Nah pada waktu itulah, saya mendapat informasi tentang Linux dari majalah InfoKomputer, yang memberikan bonus demo CD SuSE Linux 6.1. Di situ disebutkan, Linux adalah sistem operasi alternatif, yang mirip dengan Unix, tetapi dapat diinstal di PC yg umum dipakai. Saya pernah mempelajari sejarah sistem operasi komputer, jadi saya sedikit tahu tentang apa itu Unix, tetapi yang paling menarik adalah informasi pertama dan ketiga; sebuah sistem operasi alternatif untuk PC biasa! Wah ini luar biasa buat saya, karena saya bisa punya alternatif dari Win98! Selain itu saya juga sempat melihat cuplikan tampilan grafis desktopnya, wah unik juga ya.. Akhirnya saya putuskan untuk mencoba menginstalnya di PC yg saya punya. Berkat bantuan instruksi di majalah tersebut, akhirnya saya berhasil menginstal SuSE Linux 6.1, dan mengaktifkan tampilan grafis desktop KDEnya. Hore! (gambar diambil dari www.linuxjournal.com)
Tapi kesenangan itu tidak bertahan lama :D Bagaimanapun yang diberikan SuSE Linux adalah CD demo, yang berarti fitur-fiturnya dikurangi, hanya mencakup fitur-fitur dasar (yang sebenarnya cukup lengkap lho). Selain itu, saya kesulitan untuk menemukan dokumentasi yg memadai dari CD tersebut, dan sebagian manual masih berbahasa Jerman :| Untuk mendapatkan versi yang lebih lengkap juga sulit karena SuSE Linux adalah distribusi komersil, yg berarti saya harus membeli lisensinya yg masih relatif mahal buat kantong seorang mahasiswa saat itu.
Setelah saya mencari-cari informasi lewat internet kampus saat itu, ternyata ada distribusi-distribusi Linux lain yang dapat dicoba, antara lain Red Hat, Slackware, dan Mandrake. Saat itu banyak orang yang menyarankan Red Hat Linux, karena penggunanya cukup banyak dan saya bisa mencari/bertanya mengenai masalah yg akan ditemui ke banyak sumber. Kebetulan, saat itu Red Hat Linux 6.1 baru saja dirilis, jadi saya putuskan untuk membeli copy-nya di salah satu seller terkemuka di Bandung. Waktu saya menginstalnya, saya cukup terpukau dengan tampilan grafis installernya, karena sewaktu menginstal SuSE, tampilannya hanya teks saja. Setelah instalasi, saya disuguhi tampilan grafis yang berbeda dengan SuSE, yaitu lingkungan desktop GNOME. Yang benar-benar membuat saya terpukau, untuk pertama kalinya, soundcard saya bisa dikenali Linux, sehingga saya bisa memutar MP3 di Linux :) Yay! (gambar diambil dari lwn.net)
Tak lama setelah itu, seorang teman 'meracuni' saya untuk mencoba Mandrake Linux, sebuah distribusi Linux berbasis Red Hat Linux, yang memfokuskan diri pada penggunaan desktop dan 'user-friendly-ness'. Saya pun tergoda, karena ingin memiliki desktop Linux yang lebih mudah penggunaannya, lebih bisa didayagunakan untuk bermacam keperluan sehari-hari, dan tampilannya lebih cantik :) Kebetulan lagi, saat itu Linux Mandrake 7.0 baru saja dirilis, saya dan teman saya itu lalu mendownload CD nya lewat jaringan kampus :D Setelah instalasi, saya benar-benar terpukau dengan tampilannya yang indah (untuk ukuran saat itu) :) Selain itu saya sudah bisa mulai menggunakan fungsi-fungsi lain, selain untuk memutar MP3 kesukaan saya. Konfigurasi internet dial-up sudah bisa lebih mudah dilakukan di desktop, konfigurasi e-mail POP3 juga sudah lebih mudah dengan Kmail, aplikasi e-mail bawaan desktop KDE yang menjadi ciri khas Mandrake. Akhirnya saya bisa bebas dari virus yang biasa menyerang Outlook Express! :) (gambar diambil dari www.linux-user.de)
Harus diakui, saat itu aplikasi internet browser yang ada untuk Linux masih belum cukup memadai untuk kebutuhan saya waktu itu, apalagi masih sangat banyak website yang dioptimasi untuk Internet Explorer yang menguasai pasar saat itu. Aplikasi office yang ada juga belum memiliki kemampuan yang setara dengan MS Office 97 saat itu, dan bahkan belum sanggup membuka file berekstensi *.doc yang banyak digunakan, walaupun sudah mendukung format umum yang lain seperti *.rtf. Tapi, saya sudah kepincut dengan sistem operasi ini, karena kelebihan-kelebihannya yang lain; stabilitasnya, kemampuan multi-taskingnya yang mengagumkan, suara keluaran dari soundcard yang lebih 'nendang' saat memutar berkas MP3 (OK, ini subyektif, tapi beneran lho :D). Selain itu, saya bisa belajar lebih banyak tentang cara kerja sistem operasi ini menjalankan komputer saya, dibanding dengan windows. Sumber pengetahuannya pun banyak bertebaran di internet. Coba bandingkan dengan windows, mungkin saya harus beli banyak buku untuk sekadar mengetahui tips & trik seputar windows, atau pun aplikasi yang berjalan di atasnya.
Sejak itu saya tak pernah melewatkan setiap rilis terbaru dari Mandrake Linux, sampai yang terakhir saya instal, adalah Mandrake 9.0. Sempat berselang dua tahun sejak itu, saya menginstal Mandrake yang sudah berganti nama menjadi Mandriva, versi 2005 LE, setelah sebelumnya sempat mencoba Ubuntu 5.04 . Untuk pertama kalinya, saya merasa kurang puas dengan Mandrake/Mandriva, terutama untuk masalah ketersediaan paket aplikasi tambahannya. Sejak berubah menjadi Mandriva, distribusi ini telah berubah menjadi lebih komersil dari sebelumnya, sehingga untuk mendapatkan paket aplikasi yang lengkap kita harus membeli paket bundling, yang harganya cukup lumayan. Sebenarnya paket-paket tersebut bisa saja di-download lewat internet, tapi mengingat keterbatasan bandwith yang saya punyai saat itu (hanya terkoneksi internet dengan Telkomnet Instan), hal itu bukanlah pilihan yang bijak buat saya saat itu.
Setelah saya mencari-cari informasi lewat internet kampus saat itu, ternyata ada distribusi-distribusi Linux lain yang dapat dicoba, antara lain Red Hat, Slackware, dan Mandrake. Saat itu banyak orang yang menyarankan Red Hat Linux, karena penggunanya cukup banyak dan saya bisa mencari/bertanya mengenai masalah yg akan ditemui ke banyak sumber. Kebetulan, saat itu Red Hat Linux 6.1 baru saja dirilis, jadi saya putuskan untuk membeli copy-nya di salah satu seller terkemuka di Bandung. Waktu saya menginstalnya, saya cukup terpukau dengan tampilan grafis installernya, karena sewaktu menginstal SuSE, tampilannya hanya teks saja. Setelah instalasi, saya disuguhi tampilan grafis yang berbeda dengan SuSE, yaitu lingkungan desktop GNOME. Yang benar-benar membuat saya terpukau, untuk pertama kalinya, soundcard saya bisa dikenali Linux, sehingga saya bisa memutar MP3 di Linux :) Yay! (gambar diambil dari lwn.net)
Tak lama setelah itu, seorang teman 'meracuni' saya untuk mencoba Mandrake Linux, sebuah distribusi Linux berbasis Red Hat Linux, yang memfokuskan diri pada penggunaan desktop dan 'user-friendly-ness'. Saya pun tergoda, karena ingin memiliki desktop Linux yang lebih mudah penggunaannya, lebih bisa didayagunakan untuk bermacam keperluan sehari-hari, dan tampilannya lebih cantik :) Kebetulan lagi, saat itu Linux Mandrake 7.0 baru saja dirilis, saya dan teman saya itu lalu mendownload CD nya lewat jaringan kampus :D Setelah instalasi, saya benar-benar terpukau dengan tampilannya yang indah (untuk ukuran saat itu) :) Selain itu saya sudah bisa mulai menggunakan fungsi-fungsi lain, selain untuk memutar MP3 kesukaan saya. Konfigurasi internet dial-up sudah bisa lebih mudah dilakukan di desktop, konfigurasi e-mail POP3 juga sudah lebih mudah dengan Kmail, aplikasi e-mail bawaan desktop KDE yang menjadi ciri khas Mandrake. Akhirnya saya bisa bebas dari virus yang biasa menyerang Outlook Express! :) (gambar diambil dari www.linux-user.de)
Harus diakui, saat itu aplikasi internet browser yang ada untuk Linux masih belum cukup memadai untuk kebutuhan saya waktu itu, apalagi masih sangat banyak website yang dioptimasi untuk Internet Explorer yang menguasai pasar saat itu. Aplikasi office yang ada juga belum memiliki kemampuan yang setara dengan MS Office 97 saat itu, dan bahkan belum sanggup membuka file berekstensi *.doc yang banyak digunakan, walaupun sudah mendukung format umum yang lain seperti *.rtf. Tapi, saya sudah kepincut dengan sistem operasi ini, karena kelebihan-kelebihannya yang lain; stabilitasnya, kemampuan multi-taskingnya yang mengagumkan, suara keluaran dari soundcard yang lebih 'nendang' saat memutar berkas MP3 (OK, ini subyektif, tapi beneran lho :D). Selain itu, saya bisa belajar lebih banyak tentang cara kerja sistem operasi ini menjalankan komputer saya, dibanding dengan windows. Sumber pengetahuannya pun banyak bertebaran di internet. Coba bandingkan dengan windows, mungkin saya harus beli banyak buku untuk sekadar mengetahui tips & trik seputar windows, atau pun aplikasi yang berjalan di atasnya.
Sejak itu saya tak pernah melewatkan setiap rilis terbaru dari Mandrake Linux, sampai yang terakhir saya instal, adalah Mandrake 9.0. Sempat berselang dua tahun sejak itu, saya menginstal Mandrake yang sudah berganti nama menjadi Mandriva, versi 2005 LE, setelah sebelumnya sempat mencoba Ubuntu 5.04 . Untuk pertama kalinya, saya merasa kurang puas dengan Mandrake/Mandriva, terutama untuk masalah ketersediaan paket aplikasi tambahannya. Sejak berubah menjadi Mandriva, distribusi ini telah berubah menjadi lebih komersil dari sebelumnya, sehingga untuk mendapatkan paket aplikasi yang lengkap kita harus membeli paket bundling, yang harganya cukup lumayan. Sebenarnya paket-paket tersebut bisa saja di-download lewat internet, tapi mengingat keterbatasan bandwith yang saya punyai saat itu (hanya terkoneksi internet dengan Telkomnet Instan), hal itu bukanlah pilihan yang bijak buat saya saat itu.
Hingga, pada suatu saat saya tidak sengaja mendatangi website Ubuntu, dan menemukan link ke komunitas lokalnya di Indonesia(http://www.ubuntu-id.org/). Di sana saya menemukan bahwa mereka mendistribusikan DVD berisi repositori/kumpulan paket-paket aplikasi yang bisa diinstal di Ubuntu secara offline, sehingga saya tidak perlu terkoneksi dengan internet untuk dapat mendapatkan aplikasi yang saya inginkan. Benar-benar kemudahan yang saya cari!
Akhirnya, saya memesan kembali Ubuntu lewat website Canonical (https://shipit.ubuntu.com/), yang saat itu membuka pesanan CD gratis untuk Ubuntu 7.04, dan memesan satu set DVD repository dari distributor terdekat dari tempat saya waktu itu (http://juragan.kambing.ui.edu/). Saya cukup membayar Rp 3000,- untuk CD Ubuntu yang dikirim gratis dari Belanda, dan membayar biaya pengganti duplikasi DVD + ongkos kirim beberapa puluh ribu saja (tidak sampai Rp 50.000,-), saya sudah memiliki sistem operasi lengkap dengan bermacam aplikasi yang saya butuhkan, legal, dan berkualitas tinggi. Benar, BERKUALITAS.
Saat ini, dibanding saat pertama saya menggunakan Mandrake Linux (misalnya), sudah banyak aplikasi di Linux yang kualitasnya sudah mendekati, setara, atau bahkan lebih baik dari aplikasi yang berjalan di atas windows. Contohnya, siapa yang tidak kenal Mozilla Firefox? Thunderbird? OpenOffice, sudah memiliki fitur yang setara MS Office, & dapat membuka format file MS Office. Jika anda biasa menggunakan CorelDraw/Adobe Illustrator, saya rasa tidak akan kesulitan menggunakan Inkscape. Jika kita butuh untuk mengedit foto, ada The Gimp yang sudah semakin mendekati Photoshop. Kalau mau mendengarkan MP3 saja, sudah bejibun aplikasi seperti itu, dengan fitur yang lengkap. Untuk memutar DVD saja ada beberapa aplikasi yang bisa digunakan. Untuk kebutuhan seorang pengguna komputer yang umum, seperti saya, sudah banyak yang dipenuhi oleh aplikasi di Linux.
Akhirnya, saya memesan kembali Ubuntu lewat website Canonical (https://shipit.ubuntu.com/), yang saat itu membuka pesanan CD gratis untuk Ubuntu 7.04, dan memesan satu set DVD repository dari distributor terdekat dari tempat saya waktu itu (http://juragan.kambing.ui.edu/). Saya cukup membayar Rp 3000,- untuk CD Ubuntu yang dikirim gratis dari Belanda, dan membayar biaya pengganti duplikasi DVD + ongkos kirim beberapa puluh ribu saja (tidak sampai Rp 50.000,-), saya sudah memiliki sistem operasi lengkap dengan bermacam aplikasi yang saya butuhkan, legal, dan berkualitas tinggi. Benar, BERKUALITAS.
Saat ini, dibanding saat pertama saya menggunakan Mandrake Linux (misalnya), sudah banyak aplikasi di Linux yang kualitasnya sudah mendekati, setara, atau bahkan lebih baik dari aplikasi yang berjalan di atas windows. Contohnya, siapa yang tidak kenal Mozilla Firefox? Thunderbird? OpenOffice, sudah memiliki fitur yang setara MS Office, & dapat membuka format file MS Office. Jika anda biasa menggunakan CorelDraw/Adobe Illustrator, saya rasa tidak akan kesulitan menggunakan Inkscape. Jika kita butuh untuk mengedit foto, ada The Gimp yang sudah semakin mendekati Photoshop. Kalau mau mendengarkan MP3 saja, sudah bejibun aplikasi seperti itu, dengan fitur yang lengkap. Untuk memutar DVD saja ada beberapa aplikasi yang bisa digunakan. Untuk kebutuhan seorang pengguna komputer yang umum, seperti saya, sudah banyak yang dipenuhi oleh aplikasi di Linux.
Kini sudah bisa dikatakan 100% full time Linux yang digunakan di laptop saya ini, karena istri saya juga sudah menggunakannya sehari-hari, padahal dia baru mulai mengenal Linux sekitar 6 bulan yang lalu. Jadi, untuk penggunaan sehari-hari, sudah tidak banyak masalah yang harus dihadapi seorang pengguna yang baru mengenal Linux sekalipun. Lagipula, sebenarnya seberapa banyak dari kita semua yang benar-benar tahu pemecahan jika ada masalah di Windows (selain pencet control-alt-del atau restart komputer)? ;)
Nah, saya & istri saya sudah menikmati kenyamanan dan kebebasan terhadap perangkat lunak bajakan, menggunakan Linux dan software bebas lainnya, bagaimana dengan anda? :)
Note: Jika anda tertarik dengan Linux, khususnya Ubuntu atau Blankon (turunan dari Ubuntu yang dibuat oleh anak bangsa), silakan melihat-lihat link yang ada di atas, cari komunitas lokal yang ada untuk bertanya, atau bisa juga bertanya kepada saya. Selama ada waktu dan kemampuan untuk menjawab, insyaallah saya akan membantu :)
Labels: linux
6 Comments:
wah menarik nih mas ceritanya. benar2 dari nol. hehe... selamat anda telah sukses "meracuni" istri anda dengan Linux. hati2 ketagihan :)
btw penggemar Club 8 ya?
Bravo PENGUIN!!
Mantap sharingnya Om.. Sepertinya bisa dikirim jadi artikel di majalah/tabloid IT, biar bisa jadi referensi buat yang baru kenal Linux ataupun sedang di dalam kebimbangan.. ;)
@hielmy: terima kasih :) "ketagihan" yg ini msh lebih baik dari "ketergantungan" hehehe.
Kebetulan sy memang gemar band2 yg musiknya setipe Club 8 :)
@rottyu: Bravo!!
@okto: Makasih juga, jd geer... :P
Mungkin akan sy coba ;)
Jgn lupa untuk tidak memberikan kesempatan untuk operating system bajakan nangkring di laptop anda (dual boot misalnya), sebab itu akan menyebabkan enggannya pemakai menggunakan OS yg legal (linux).
--budiw
wah arikelnya sangat bagus,,,,aku suka
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home